ads

Makalah Ekologi Tumbuhan EKOLOGI DAN KEADAAN HUTAN PANTAI

Makalah Ekologi Tumbuhan

EKOLOGI DAN KEADAAN HUTAN PANTAI
Disusun Oleh:
          Nama    :         Rizal Sunanda
          NIM      :         140610301014
          Kelas     :         02





JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH
NOVEMBER
 2016




KATA PENGANTAR

 Assalamu’alaikum  wr. wb.
              Puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan limpahan rahmatNya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ” Ekologi dan keadaan hutan pantai”. Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas sekaligus sebagai acuan materi dalan pengembangan bahan ajar.
            Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat saya harapkan. Saran dan kritik tersebut akan sangat bermanfaat bagi penyempurnaan makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

            Wassalamu’alaikum wr. wb.


Banda Aceh, 29 November 2016
                                                                                    


Penyusun





DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang....................................................................................................................... 3
1.2 Tujuan..................................................................................................................................... 3

BAB II  TINJAUAN PUSTAKA
            2.1 Pengertian................................................................................................................... 4
            2.2 Ekologi hutan pantai................................................................................................... 5
            2.3 Faktor habitat hutan pantai......................................................................................... 8
2.4 Fungsi hutan pantai..................................................................................................... 11
2.5 Kerusakan hutan pantai dan Dampaknya .................................................................. 14
2.6. Rehabilitasi dan konservasi hutan pantai................................................................... 17
BAB III KESIMPULAN............................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 20



BAB I
1.1.            Latar belakang
Hutan pantai yang dimaksud disini tidak termasuk hutan mangrove. Di Indonesia, formasi hutan ini mempunyai keunikan tersendiri. Hutan pantai juga merupakan bagian dari ekosistem pesisir dan laut yang menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral maupun energi, media komunikasi dan edukasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata serta penemuan produk biochemical. Namun, seiring dengan laju pertambahan penduduk dan dinamika pembangunan regional yang tidak taat asas kelestarian lingkungan hidup, tipe hutan tersebut akhir-akhir ini mulai mengalami kerusakan yang berarti. Data menunjukkan bahwa luas vegetasi pantai dari tahun ke tahun cenderung menurun, jika pada tahun 1996 luas vegetasi pantai mencapai 180.000 ha sampai tahun 2004 hanya tersisa 78.000 ha. Rusaknya ekosistem hutan pantai dapat menimbulkan berbagai permasalahan terutama berkaitan dengan abrasi pantai, intrusi air laut, perubahan iklim mikro, dan turunnya nilai produktivitas hayati di ekosistem pantai. Di beberapa daerah di Indonesia, gerakan penyelamatan hutan pantai dalam bentuk penanaman telah dan sedang dilakukan. Gerakan-gerakan tersebut muncul atas inisiatif individu, kelompok, lembaga-lembaga non pemerintah, maupun yang dikelola pemerintah daerah setempat. Untuk terus menggugah masyarakat Indonesia. Menyadari parahnya kerusakan lingkungan hidup dan hutan yang memiliki arti penting bagi keberlangsungan hidup seluruh mahluk hidup, baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang maka perlu ada gerakan moral dari semua komponen bangsa untuk terus membangun kesadaran kolektif anak bangsa demi menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

1.2. Tujuan
1.      Dapat mengetahui perbedaan konsep hutan pada umumnya dengan hutan pantai
2.      Dapat mengetahui bagaimana keadaan ekologi hutan pantai
3.      Dapat mengetahui faktor faktor terjadinya habitat hutan pantai
4.      Dapat mengetahui kegunaan hutan pantai
5.      Dapat mengetahui dan menghindari terjadinya Kerusakan hutan pantai dan dampaknya
6.      Dapat menerapkan Rehabilitasi dan konservasi







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.      Pengertian
Dalam berbagai literatur terdapat beberapa pengertian/defenisi hutan, namun pada dasarnya semua mempunyai maksud yang sama. Pengertian hutan dapat ditinjau dari faktor-faktor : wujud biofisik lahan dan tumbuhan, fungsi ekologi, kepentingan kegiatan operasional dan status hukum lahan hutan. Berikut ini dijelaskan beberapa pengertian hutan.
1. Hutan adalah suatu komunitas tumbuhan yang didominir oleh pohon atau  tumbuhan berkayu lain, tumbuh secara bersama-sama dan cukup rapat
2. Hutan adalah masyarakat tetumbuhan yang dikuasai atau didominasi oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan kedaan di luar hutan
3. Hutan adalah suatu hamparan lapangan bertumbuhkan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan (UU Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan).
4. Hutan adalah suatu hamparan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).
Berdasarkan uraian pengertian hutan di atas, maka dapat diperoleh
gambaran yang bersifat umum mengenai pengertian hutan, yaitu :
-          Hamparan lahan yang ditumbuhi pohon-pohon dengan kerapatan dan luasan yang cukup.
-          Kumpulan dari bidang-bidang lahan yang ditumbuhi pohon-pohon atau akan ditumbuhi pohon-pohon dengan kerapatan dan luasan yang cukup.
Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat. Karena hempasan gelombang dan hembusan angin maka pasir dari pantai membentuk gundukan ke arah darat. Setelah terbentuknya gundukan pasir itu biasanya terdapat hutan yang dinamakan hutan pantai. Secara umum, hutan ini terletak di tepi pantai, tumbuh pada tanah kering berpasir dan berbatu dan tidak terpengaruh oleh iklim serta berada di atas garis pasang tertinggi. Daerah penyebaran utama hutan pantai terdapat di Sumatera, Jawa, Bali dan Sulawesi. Dilaporkan pada tahun 1990 luas hutan pantai tersisa ± 1 juta hektar (Fakuara, 1990) dan pada tahun 1996 tersisa 0,55 juta ha.
Pantai merupakan suatu wilayah yang dimulai dari titik terendah air laut pada waktu surut hingga arah ke daratan sampai batas paling jauh gelombang atau ombak menjulur ke daratan yang ditandai dengan garis pantai. Garis pantai (shore line) merupakan tempat pertemuan antara air laut dan daratan. Garis pantai ini setiap saat berubah-ubah sesuai dengan perubahan pasang surut air laut.        
Umumnya morfologi dan tipe pantai sangat ditentukan oleh intensitas, frekuensi dan kekuatan energi yang menerpa pantai tersebut. Daerah yang berenergi rendah, biasanya landai, bersedimen pasir halus atau lumpur, sedangkan yang terkena energi berkekuatan tinggi biasanya terjal, berbatu atau berpasir kasar. Berdasarkan klasifikasi pantai dari Shepard, bentuk - bentuk pantai secara alami dapat dibedakan menjadi pantai primer dan pantai sekunder. Pantai primer adalah pantai yang morfologinya lebih dipengaruhi oleh proses – proses terestrial seperti erosi, deposisi, vulkanisme dan diatrofisme, sedangkan pantai sekunder sangat dipengaruhi oleh proses marin dan organisme. Pantai sekunder bisa jadi dahulunya pantai primer sebelum dipengaruhi oleh proses marin.

2.      Ekologi hutan pantai
Indonesia merupakan salah satu negara dengan garis pantai terluas di Asia Tenggara (81.000 km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai vegetasi pantai. Salah satunya adalah vegetasi hutan pantai. Istilah hutan pantai pertama kali disebutkan oleh Whitford (1911) sebagai salah satu tipe hutan. Kondisi hutan pantai umumnya berbentuk substrat pasir serta ditemukan beberapa jenis tumbuhan pioneer. Umumnya lebar hutan pantai tidak lebih dari 50 meter dan tidak jelas batas zonasinya dengan tipe hutan lainnya serta memiliki tinggi pohon mencapai 25 meter. beberapa ciri khas hutan pantai, antara lain
1) tidak terpengaruh iklim,
2) tanah kering (tanah pasir, berbatu karang, atau lempung),
3) tumbuh di pantai (tanah rendah pantai),
4) pohon-pohon kadang penuh dengan epifit antara lain paku-pakuan dan anggrek di Indonesia banyak ditemukan di pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat daya Pulau Sumatera dan Pantai Sulawesi.
Secara umum hutan pantai memiliki keragaman jenis. Biasanya di hutan pantai ditemukan jenis conifer (daun jarum), liana serta tumbuhan (pohon) berbunga yang disertai dengan kelimpahan Pandanus sp. dan Barringtonia sp. Beberapa jenis epifit juga ditemukan dibatang Barringtonia seperti dari jenis Myrmecodia sp Di hutan pantai tidak ditemukan komunitas vertebrata yang spesifik. Meskipun demikian, hutan pantai juga dijadikan sebagai habitat favorit jenis langka seperti Cacatua sp., Tanygnathus sp., atau Megapodius sp. dll. Beberapa jenis burung seperti juga ditemukan di jenis Erythrina orientalis saat musim berbunga. Pantai.  Karakteristik suksesi hutan pantai biasanya didahului oleh dominasi tumbuhan merambat yakni Ipomoea pes-caprae yang selanjutnya disebut dengan formasi pescaprae. Di belakang formasi tersebut ditemukan formasi vegetasi inti hutan pantai yakni formasi Barringtonia. Kedua formasi tersebut tentunya memiliki komunitas tumbuhan yang khas sebagai penciri dari masingmasing formasi dan ditemukan pada 2 (dua) bahan induk yakni pada pantai berpasir dan pantai berbatu. Pola penyebaran benih beberapa jenis vegetasi hutan pantai biasanya dibantu oleh air laut (Barringtonia sp., Terminalia catappa dan Callophyllum inophyllum), burung seperti kelelawar (Terminalia catappa dan Callophyllum inophyllum) dan Scaevola taccada serta dibantu oleh angin seperti pada jenis Heritiera sp.

Secara umum pantai berpasir bervariasi bentuknya berdasarkan deposit pantai diantaranya : gumuk pasir (sand dunes), spits dan pasir bawaan. Gumuk pasir,merupakan tumpukan bukit  yang terbentuk oleh pasir yang tertiup oleh angin. Beberapa daerah di Indonesia yang memiliki bukit-bukit pasir (gumuk pasir) diantaranya di Pantai utara Madura, Parangtritis dekat Yogyakarta, di barat laut Jawa, dekat Puger dan di dekat sebuah danau dangkal di sebelah tenggara Lumajang serta di bagian barat Sumetera. Salah satu tumbuhan khas dari gumuk pasir ini adalah rumput angina (Spinifex littoreus). gumuk pasir di Parangtritis merupakan gumuk pantai (pasir) terbesar dan terbaik di wilayah Asia Tenggara. Secara umum gumuk pasir pantai di daerah tropis dan sub tropis memiliki keanekaragaman tanaman yang cukup tinggi dengan tingkat endemisitas dan derajat sekulensi tanaman yang rendah. Pantai berpasir sangat dinamik sesuai dengan kondisi musim. Kondisi musim sangat berpengaruh terhadap profil pantai, gradient pantai dan ukuran butiran pasir. Butiran pasir ada yang terbentuk dari sedimen volkanik hitam yang ditemukan di pantai Bali, Senggigi Lombok, Davao Bult (yang berasal dari material peggunungan Apo). Selain itu, juga dijumpai jenis butiran pasir yang berasal dari pecahan karang seperti yang ditemukan di pulau Seribu. Buah dan biji dari beberapa jenis pohon hutan pantai yang penyebaran di bantu arus air laut (kiri atas : buah Calophyllum inophyllum, kiri bawah : buah Terminalia cattapa, kanan : buah Barringtonia asiatica) (Koleksi foto Penulis). Kecenderungan umum tanaman di gumuk pasir pantai berdasarkan latitude, H = High & L = Low. Di Asia Tenggara (termasuk Indonesia), terdapat 2 (dua) formasi
vegetasi pantai berpasir yakni formasi Pes-caprae dan formasi Baringtonia. Formasi Pes-caprae diambil dari nama jenis herba berbunga ungu, merambat dengan daun tebal seperti kaki kambing, Ipomoea pes-caprae. Formasi ini biasanya berada pada daerah pasang tertinggi dan pada semua pantai terbuka di daerah tropika yang sering ditumbuhi kelompok spesies perintis yang terpisah-pisah, yang masing-masing mungkin mempunyai kerapatan yang agak
rendah.
Beberapa di antara tumbuhan ini tumbuh dari biji yang terapung-apung yang terbawa ombak sampai ke batas pasang surut tertinggi. jenis Ipomoea pes-caprae biasanya tidak berbuah di tempat yang jauh dari garis pantai, karena jenis ini tampaknya mengalami penyerbukan oleh Xylocopa dan Hymenoptera lainnya. Zona ini memiliki jenis tumbuhan yang mampu tumbuh di tanah yang berkadar garam (salinitas) tinggi, mempunyai kemampuan menyesuaikan diri pada keadaan pasir yang kering, terhadap angin, terhadap tanah yang miskin unsur hara dan terhadap suhu tanah yang tinggi serta memiliki akar yang dalam. Tumbuhan yang biasa ditemukan pada formasi ini adalah 1) jenis-jenis legum, diantaranya Canavalia maritima & Vigna marina, 2) rumput-rumputan, diantaranya Cyperus maritima dan 3) semak-semakan yang menjalar di atas pasir, diantaranya Spinefex littreus, Andropogon zizanioides dan Thuarea involuta. Marga vegetasi yang ditemukan dominan pada formasi ini adalah Ipomoea (Convolvulaceae) dan Canavalia (Fabaceae). Pada kebanyakan pantai di Indonesia ditemukan tegakan cemara laut (Casuarina equisetifolia) yang berasosiasi dengan formasi pes-caprae. Selain itu juga ditemukan pohon kelapa (Cocos nucifera) dari family Palmae yang tumbuh di wilayah pantai. pohon kelapa merupakan jenis asli dan tumbuh baik di wilayah Asia Tenggara dan bukan penghuni asli ekosistem pantai. Pada zona ini sering ditemukan kepiting dan laba-laba. Secara umum, formasi ini ditemukan hampir di seluruh daerah di Indonesia. Pada beberapa pantai di Indonesia terdapat modifikasi formasi pescaprae yang sesuai dengan kondisi alami, diantaranya di pulau Gili Lombok dimana formasi pescaprae didominasi oleh kaktus. Sedangkan di Sulawesi Utara sangat miskin pescaprae karena pantai-pantainya memiliki pasir vulkanik hitam yang mengabsorbsi panas yang ekstrem. Bagi praktisi rehabilitasi pesisir, keberadaan Ipomoea pes-caprae dijadikan sebagai indikator biologis yang menandakan bahwa lokasi tersebut memiliki kesesuaian yang tinggi untuk ditanami cemara, nyamplung, bintaro, ketapang, putat laut, waru dan jenis tanaman pantai lainnya.

3.      Faktor habitat hutan pantai
Habitat di pesisir pantai sangat menentukan aktivitas hidup makluk hidup baik tumbuhan maupun hewan. Kondisi habitat sangat dipengaruhi oleh angina kencang dengan hembusan garam, kadar garam yang tinggi dalam tanah, penggenangan oleh air laut, aerasi tanah dan stabilitas tempat tumbuh. faktor – faktor yang mempengaruhi habitat diantaranya hembusan garam melalui udara, temperature tinggi, kandungan hara rendah dan pergerakan (mobilitas) substrat pasir yang tinggi. Kondisi ekstrim seperti ini dapat membatasi tanaman yang akan ditanami maupun yang sudah tumbuh.
a.       Hembusan angin dan garam, angin yang bertiup dari laut merupakan ciri khas pantai. Angin merupakan parameter lingkungan penting sebagai gaya penggerak dari aliran skala besar yang terdapat baik di atmosfir maupun lautan. Angin ini membawa butiran-butiran garam dari laut yang selanjutnya akan meningkatkan kandungan garam pasir pantai dan akan mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di wilayah itu. Jumlah terbanyak dari garam tersebut meresap ke dalam tunas karena abrasi mekanis dan ion kloridanya terkumpul dalam ujung ranting dan daun sampai kadar yang merugikan. Akibatnya terjadi nekrosis daun dan menghambat pertumbuhan tanaman yang mempunyai toleransi yang rendah terhadap garam. seberapa besar pengaruh garam terhadap pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman (tumbuhan). salinitas menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui :
(a) penurunan potensial osmotik larutan tanah sehingga mengurangi ketersediaan air bagi tanaman,
(b) peningkatan konsentrasi ion yang bersifat racun bagi tanaman atau memacu ketidakseimbangan dalam metabolisme hara, dan
(c) perubahan struktur fisik dan kimia tanah. Untuk menjaga keseimbangan kadar garam di dalam tanaman, maka tanaman mempunyai mekanisme toleransi terhadap salinitas.
Mekanisme tersebut diantaranya mekanisme ekslusi dan inklusi. Tanaman yang memiliki mekanisme ekslusi menyimpan garam dalam konsentrasi yang rendah dalam tajuk karena tanaman mampu menahan garam di daerah perakaran. Tanaman dengan mekanisme inklusi akan menyimpan garam dalam konsentrasi tinggi dalam tajuk. pengelompokan toleransi tanaman terhadap salinitas baik secara ekslusi maupun inklusi menjadi toleransi pada tingkat selular, jaringan dan tanaman. Bentuk toleransi tanaman terhadap salinitas Morfologi Pengurangan jumlah dan ukuran daun, pengurangan jumlah stomata per satuan luas, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin, peningkatan tyloses serta peningkatan lignifikasi akar Fisiologis Peningkatan sintesis osmolit kompatibel, penurunan rasio K+/Na+, peningkatan kompartementasi Na+ ke dalam vakuola, sekresi garam Biokimia Peningkatan produksi ABA dan peningkatan aktivitas enzim Molekuler Aktivitas gen yang berhubungan dengan selektivitas transport ion dan integritas membrane Selain menghembuskan garam ke daratan, angin juga memiliki gaya yang dapat melepaskan butiran tanah dari satu tempat ke tempat lain yang baru untuk diendapkan (deposistion). Kemampuan melepaskan butiran tanah oleh angin sangat dipengaruhi oleh kondisi kekasaran permukaan tanah dan besar butiran partikel tanah atau pasirnya serta keceptan angin itu sendiri
b.      Kadar garam dan unsur hara dalam tanah/pasir, kadar garam dalam tanah/pasir berkurang dengan bertambahnya jarak dari laut sehingga berpengaruh terhadap zona tumbuhan (daya adaptasi terhadap salinitas) dimana jenis tumbuhan yang tahan (toleran) terhadap kadar garam cenderung terdapat di dekat laut
c.       Faktor tekanan Bentuk adaptasi Jenis tanaman
Hembusan garam Resistensi terhadap garam Cakile spp. Toleransi terhadap garam Salsola spp. Penguburan tanaman Peningkatan jumlah benih, nodul, akar, tunas dan rhizome dan stolon Spinifex sericeus, Ammophila spp., Chamaecrista spp. Banjir dan penggenangan Resisten terhadap penggenangan Cakile maritime Buah yang terapung Spinifex spp., Cakile spp.; beberapa taxa tanaman pantai tropika Kondisi panas, intensitas cahaya tinggi,temperature tinggi dan tekanan angina Salinitas tanah/pasir Daun menggulung Semua Monocotyledonae, Ammophila spp. Orientasi daun (Phototropism) Hydrocotyle bonariensis Bulu/ rambut daun Spinifex spp., Pengguguran daun Ambrosia chamissonis Lapisan lilin daun Banyak jenis Akumulasi solut Ammophila arenaria, beberapa jenis Sukulen Carpobrotus spp.; Cakile spp. Resisten mekanik (sclerophylly) Banyak jenis Efisiensi penggunaan air Banyak jenis Adaptasi akar Banyak jneis Fotosintesis C4 dan CAM Spinifex spp. Dan banyak jenis tropis dan sub tropis Peningkatan toleransi terhadap panas Ammophila arenaria Adaptasi osmotik Beberapa jenis Resistensi terhadap garam Salsola kali Akumulasi NaCl Salsola kali Ekstraksi garam Chenopodiaceae; Atriplex hastate Sukulen Dycotyledonae; Carpobrotus spp. Adaptasi osmotik Cakile; Ammophila Kekurangan unsur hara Akumulasi ion inorganik Suaeda maritime Plant plasticity Festuca rubra Penyerapan dari dekomposisi Cakile edentula Fiksasi Nitrogen oleh Bakteri Banyak jenis Penyerapan P oleh fungi mikoriza Banyak jenis Kompleksitas tekanan. Seperti : intensitasi cahaya tinggi, penguburan tanaman, salinitas, banjir, kondisi panas dan tekanan angin Pergerakan hygroskopik Tortula princes Variasi siklus hidup dan waktu pembungaan Elymus mollis; A. arenaria Penyebaran benih Spinifex spp. Morfologi benih Beragam jenis Strategi perkecambahan Uniola spp. Morfologi dan kerapatan tegakan Beragam jenis Pengurangan ukuran daun Banyak jenis
d.      Penggenangan sesekali oleh air laut
tumbuhan pada zona perintis seringkali tergenang oleh air laut akibat aktivitas ombak. Penggenangan ini akan meninggalkan garam di sekitar daun tumbuhan yang menambah tegangan air dalam tumbuhan tersebut. Kasus kematian vegetasi pasca tsunami di Aceh salah satu penyebabnya adalah genangan air laut dalam waktu beberapa hari dan umumnya penggenangan air laut ini melanda lokasi yang jauh dari pantai. Penggenangan dengan tingkat salinitas yang sangat tinggi menyebabkan dedaunan menguning, kering dan gugur dan pada akhirnya akan mengalami kematian.
e.       Aerasi dan Porositas tinggi
konsekuensi dari butiran pasir yang besar dan rongga antar butiran yang besar pula menyebabkan air yang berasal dari hembusan garam maupun dari sumber lain menjadi cepat terserap ke bahwa dengan sedikit yang tertahan untuk dikonsumsi tumbuhan yang hidup di sekitar pesisir untuk pertumbuhannya. Dengan kondisi ini maka dapat dikatakan tumbuhan pantai mirip dengan tumbuhan gurun yang tumbuh dalam lingkungan yang kering. Tumbuhan yang bertahan pada kondisi ini beradaptasi dengan memanfaatkan air embun pagi atau dengan kemampuan akar untuk menyerap air pada kedalaman tertentu.
f.       Stabilitas tempat tumbuh
hal ini terjadi karena aktivitas ombak yang dengan mudah sekali menggerakan pasir sehingga stabilitas tempat tumbuh tumbuhan tidak mantap. Gerakan ombak dapat menyapu pasir sehingga dapat mengubur tumbuhan. Untuk mengatasi keadaan tersebut, beberapa jenis tumbuhan cenderung untuk melata (merambat) di atas pasir dan berakar pada buku-bukunya. Strategi ini juga dapat membantu menahan gumuk pasir yang dibentuk oleh angin. Contoh tumbuhan : Ipomoea spp., Canavalia obtusifolia dan C. rosea.
4.      Fungsi hutan pantai
Mereduksi Terjadinya Abrasi Pantai
Faktor yang menentukan terjadinya abrasi adalah energi arus atau gelombang laut, kondisi fisik tanah dan tingkat penutupan lahan. Tingkat penutupan oleh vegetasi pantai menjadi penentu terjadinya abrasi pantai melalui mekanisme pengikatan dan stabilisasi tanah pantai. Jika abrasi ini tidak dikendalikan selain menyulut peyusutan laut ke daratan juga mengkatalis terjadinya sedimentasi di sekitar pesisir pantai.
Melindungi ekosistem darat dari terpaan angin dan badai sekaligus sebagai pengendali erosi pasir pantai

Penelitian tentang karakteristik dan efektivitas hutan pantai sebagai tanggul angin masih sedikit atau kurang. Vegetasi pantai dapat melindungi bangunan dan budidaya tanaman pertanian dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam dengan cara menghambat kecepatan dan memecah tekanan terpaan angin yang menuju ke pemukiman penduduk. Mekanisme tersebut terjadi karena pohon-pohon di hutan pantai umumnya besar (tinggi) dan rindang. Selain itu, keberadaan hutan pantai mampu memodifikasi iklim mikro pada daerah yang kecil dan menekan pergerakan salju, debu dan pasir. Di beberapa negara seperti Australia, New Zealand, Rusia, Cina dan Amerika Serikat memanfaatkan hutan pantai untuk melindungi tanaman pertaniannya. Secara umum pengendalian kecepatan aliran angin dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yakni cara mekanik dan cara vegetative . Membuat jalur hijau (greenbelt) sebagai tanggul angina (windbreak) sejajar garis pantai merupakan salah satu bentuk pengendalian angin dengan cara vegetatif. Berdasarkan Keppres No. 32 tahun 1990 tentang kawasan Lindung Sempadan Pantai, ditentukan lebar minimalnya 100 meter dari titik tertinggi pasang surut ke arah daratan dan berdasarkan SKB Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan No. 550/246/Kpts/4/1984 dan No. 082.Kpts- 11/1984 tentang pengaturan Penyediaan lahan Kawasan Hutan untuk pengembangan usaha budidaya pertanian jalur hijau hutan pantai lebar minimalnya 200 meter.
Sebagai daerah pengontrol siklus air dan proses intrusi air laut.
Mekanisme ini dapat terjadi melalui dua cara yakni dengan mempertahankan muka air tawar (air tanah) dan mencegah masuknya air pasang ke sungai. Keberadaan vegetasi di wilayah Pantai akan menjaga ketersediaan cadangan air permukaan yang mampu menghambat terjadinya intrusi air laut ke arah daratan. Kerapatan jenis vegetasi di sempadan pantai dapat mengontrol pergerakan material pasir akibat pergerakan arus setiap musimnya.
Sebagai Habitat Flora dan Fauna
Hutan pantai merupakan habitat hidup berbagai flora dan fauna baik yang berstatus dilindungi, khas maupun endemik. Berbagai jenis vegetasi yang tumbuh baik di ekosistem hutan pantai adalah jenis vegetasi dari formasi pescaprae yaitu Ipomoea pescaprae, Canavalia maritima, Vigna marina, Spinefex littreus, Ischaemum muticum, Cyperus maritima serta dari formasi Barringtonia diantaranya Barringtonia asiatica, Calophyllum inophyllum, Manilkara kauki, Intsia bijuga, Terminalia catappa, Hernandia peltata, Cerbera manghas, Erytrina orientalis, Pongamia pinnata, Hibiscus tiliaceus, Guettarda speciosa, Morinda citrifolia, Sophora tomentosa, dll. Sedangkan fauna yang hidup di hutan pantai diantaranya harimau sumatera (Panthera tigris sumatrea), kucing mas (Catopuma temminckii), Gajah Sumatera (Elephas maximum sumatranus), tapir (Tapirus indicus), Rusa sambar (Cervus unicolor), Siamang (Hylobates syndactylus), babi hutan (Sus spp.), Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), Banteng (Bos javanicus), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Selain itu, juga ditemukan fauna dari jenis reptil seperti biawak (Varanus salvator), ular sanca (Phyton sp.,), ular edhor (Calloselasma rhodostoma), primata (Kera ekor panjang_Macaca fascicularis) dan burung pantai. Burung pantai (shorebirds) merupakan sekelompok burung air yang secara ekologis bergantung kepada kawasan pantai sebagai tempat mereka mencari makan dan atau berkembangbiak. Di Indonesia, telah diidentifikasi sebanyak 65 jenis dari 214 jenis burung pantai yang ada di dunia
Sebagai Tempat Bertelur
Hutan pantai dijadikan sebagai tempat penting bagi berbagai jenis penyu untuk bertelur. Salah satu faktor pendukungnya adalah tekstur pasir kwarsa yang didominasi oleh vegetasi pantai berupa tanaman pandan (Pandanus tectorius). Hasil penelitian di beberapa pantai menunjukan bahwa sarang-sarang telur penyu yang padat ditemukan pada persentase penutupan oleh tumbuhan pandan (Pandanus tectorius) sebesar 40,4-85,2%. Ada sekitar 43 pantai di Indonesia yang dijadikan tempat untuk bertelur penyu. Bahkan salah satu kawasan pantai di Indonesia yang merupakan salah satu dari 6 tempat peneluran terbesar di dunia yakni kawasan pantai Jamursba Medi, Sorong Umumnya penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu belimbing (Dermochelys coriacea) dan penyu hijau (Chelonia mydas) bertelur di Pantai Pangumbahan Sukabumi, Suaka Margasatwa Cikepuh (Jawa Barat), TN Kepulauan Seribu, TN Meru Betiri, TN Alas Purwo, TN Komodo, TN Bunaken, TN Manusela serta TN Cendrawasih. Selain penyu, pantai juga dijadikan tempat bertelur oleh burung seperti Maleo (Macrocephalon maleo) yang hamper ditemukan diseluruh pantai di Sulawesi dan Maluku.
· Jasa kesehatan lingkungan
Hutan pantai juga berfungsi sebagai pengendali pemanasan global dan perubahan iklim, melalui penyerapan karbon dan memelihara iklim mikro. Mekanisme tersebut terjadi melalui proses fotosintesis yang terjadi pada daun tanaman dimana tumbuhan akan menyerap karbondioksida (CO2) dan melepaskan zat oksigen (O2). Keberadaan oksigen menjadi sangat penting bagi kesehatan makhluk hidup di bumi termasuk manusia.
       Estetika daerah Perkotaan
       Penanaman pohon pada wilayah perkotaan menjadi sangat penting ditengah pesatnya konsumsi masyarakat terhadap kendaraan bermotor. Penanaman vegetasi pantai seperti jenis cemara laut (C. Equisetifolia) dan bintaro (Cerbera manghas) sepanjang jalan raya atau ditanam di taman-taman perkantoran. Keberadaan tanaman tersebut, selain untuk menambah keindahan kota juga menyerap CO2 dan gas- gas lainnya yang dihasilkan oleh kendaran bermotor. Kita tahu bersama bahwa kendaraan bermotor menimbulkan kebisingan dan menghasilkan gas-gas tertentu (memakai bahan bakar fosil) yang berdampak negatif terhadap lingkungan perkotaan.
       Wisata Pantai dan Tempat berkemah

       Wisata pantai merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata bahari atau wisata kelautan. Wisata pantai sendiri didefinisikan sebagai wisata yang objek dan daya tariknya bersumber dari potensi bentang laut (seascape) maupun bentang darat pantai (coastal landscape). Pada bentang laut dapat dilakukan kegiatan wisata diantaranya berenang (swimming), memancing (fishing), bersampan yang meliputi mendayung (boating) dan snorkeling, berselancar yang meliputi selancar air (wave surfing) dan selancar angin (wind surfing), dll. Sedangkan pada bentang darat kegiatan yang dapat dilakukan berupa olahraga susur pantai, bola volly pantai, bersepeda pantai, panjat tebing pada dinding terjal pantai (cliff) dan menelusuri gua pantai. Disamping itu, bermain layanglayang, berjemur, berjalan-jalan melihat pemandangan, berkuda atau naik dokar pantai merupakan kegiatan lain dari rekreasi bentang darat pantai.
       Sumber Penghasil Bioenergi
       Vegetasi hutan pantai dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bangunan, kayu bakar, arang, pulp dan kertas, Dll. Contoh : Pongamia pinnata, Callophylum inophylum, Terminalia cattapa, Casuarina equisetifolia, Intsia bijuga dll. Jenis Casuarina equisetifolia pada umur 7-15 tahun produksi kayu bakarnya dapat mencapai 37-74 ton per hektar (Sukresno, 2007).
       Sebagai Tempat Budidaya Pertanian
       Anggapan sebagian besar masyarakat Indonesia bahwa lahan pasir tidak dapat dijadikan sebagai lahan budidaya pertanian karena sulit mengikat air, penguapannya tinggi, kandungan bahan organik dan unsur hara yang sangat rendah, ternyata keliru. Hal ini terjawab dengan budidaya pertanian di beberapa daerah di Indonesia. Budidaya pertanian di lahan pasir di Desa Bugel Kecamatan Panjatan, Kulon Progo merupakan salah contoh daerah yang telah mengolah lahan pasir terlantar menjadi lokasi budidaya tanaman cabai, semangka, sayur mayur, kentang, ubi, bawang dan labu. Petani di daerah ini telah menerapkan pertanian berkelanjutan melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dan mengintegrasikan pertanian dengan peternakan (integrated farming system) dengan cara mencampur tanah dengan bahan organik sehingga terjadi peningkatan produksi.

5.      Kerusakan hutan pantai dan dampaknya
Faktor kerusakan:
Pencemaran Daerah Pantai
Umumnya pencemaran dan kontaminasi wilayah pantai disebabkan oleh beberapa sumber yakni dari limbah industri (berupa limbah padat dan cair), limbah cair pemukiman, pertambangan, pelayaran dan pertanian serta perikanan budidaya. Bahan pencemar utama berupa sedimen, unsur hara, logam berat (seperti merkuri, unsur radioaktif, asam, polyaromatic hydrocarbons (PAH) dan unsur kimia toksit lainnya), pestisida, organisme eksotik dan sampah  Selain sumber pencemaran dari limbah, pencemaran pantai juga dapat terjadi karena tumpahan minyak mentah dari kapal tangker. Pencemaran juga dapat terjadi karena pengeboran minyak lepas pantai, terjadinya erosi permukaan tanah (surface run off) dari daratan dan dari rembesan alami, pencemaran panas dari energi nuklir.

Pemanasan Global
Pemanasan global yang diikuti dengan perubahan iklim telah dirasakan oleh semua negara di dunia. Baru-baru ini, Inter-Goverment Panel on Climate Change (IPCC) mempublikasi penelitian para pakar bahwa selama 1990-2005 telah terjadi peningkatan suhu bumi sebesar 0,15 hingga 0,3 derajat celsius dan diperkirakan pada tahun 2050 atau 2070 akan terjadi peningkatan menjadi 1,6- 4,2 derajat celsius. Kenaikan suhu ini akan diiringi dengan bertambahnya volume air akibat mencairnya es di daerah kutub yang menyebabkan permukaan air laut meningkat, hal ini menjadi ancaman bagi daerah pesisir. Data Departemen Kelautan dan Perikanan RI bahwa kenaikan air laut di Indonesia mencapai sekitar 0,5 cm per tahun atau 10 cm dalam 20 tahun. Akibat naiknya permukaan air laut telah menyebabkan Indonesia kehilangan lebih dari 20 pulau dan jika fenomena ini terjadi terus, di akhir abad ini Indonesia akan kehilangan 2.000 pulau.
Perubahan Bentang Alam
Perubahan bentang alam berhubungan dengan aktivitas merubah kondisi geomorfologi lahan setempat untuk penggunaan lainnya. Perubahan bentang alam terjadi melalui berbagai bentuk : 1) eliminasi habitat untuk penggunaan alternatif (golf, penambangan mineral & konstruksi
bangunan), 2) perubahan habitat selama penggunaan lahan (rekreasi, pengembalaan ternak, eksplorasi minyak dan gas, penggunaan lahan dan konstruksi bangunan untuk kepentingan militer), 3) perubahan bentuk geomorfologi (penghilangan pasir untuk kepentingan pembangunan tanggul penahan banjir, tanggul untuk menghindari penggenangan, perbaikan bentang alam untuk rekreasi serta perubahan lingkungan untuk kehidupan liar), 4) perubahan viabilitas fauna (aktivitas ekoturisme dan introduksi jenis hewan piaraan), 5) perubahan bentang alam yang tidak stabil (pembangunan sarana navigasi, seawalls, groins, breakwaters, introduksi sediment baru, perubahan vegetasi, dll), 6) restorasi lahan (pasir) serta 7) perubahan kondisi eksternal (pencemaran akibat minyak, bahan radioaktif, sampah, pemupukan, herbisida, dll)  dampak kerusakan:
Erosi pantai/abrasi,
Di Indonesia, kejadian erosi pantai diawali di pantai selatan pulau Jawa sejak Tahun 1970-an dimana hutan-hutan mangrove dan pantai dikonversi untuk peruntukan lainnya. Kejadian erosi hampir merata di seluruh wilayah nusantara. Pada tahun 1997 tercatat lebih dari 60 lokasi pantai dan muara di 17 propinsi telah terjadi bencana abrasi pantai diantaranya di seluruh pantai utara jawa, pantai timur sumatera, dan pantai Sulawesi Selatan. Secara nasional, Departemen Pekerjaan Umum mencatat 40 persen dari panjang pantai Indonesia yang totalnya 30.000 kilometer saat ini dalam kondisi rusak. ada beberapa parameter fisik yang digunakan untuk mengidentifikasi problem erosi pantai, yaitu geomorfologi pantai (tipe pantai dan proses pembentukan pantai), angin, ombak, pasang surut serta keberadaan vegetasi pantai.
Terjadinya Erosi Pasir
akibat dari erosi pasir yang ditimbulkan oleh angin dapat menyebabkan : 1) lahan pantai berpasir yang bertekstur kasar dan bersifat lepas sangat peka terhadap erosi angin, 2) pengendapan pasir yang dapat menutup wilayah budidaya dan pemukiman yang berada dibelakangnya dan 3) adanya butiran pasir bergaram yang terangkut oleh proses erosi dapat
merusak tanaman budidaya serta meningkatkan proses korosi pada barangbarang logam serta 4) lahan pasir menjadi kritis dan terjadinya penurunan produktivitas lahan.
Instrusi air laut yang terjadi semakin cepat,
Keberadaan vegetasi di wilayah Pantai akan menjaga ketersediaan cadangan air permukaan yang mampu menghambat terjadinya intrusi air laut ke arah daratan. Oleh karena itu, jika vegetasi hutan pantai beserta ekosistemnya terganggu maka intrusi air laut akan cepat terjadi. Akibat dari intrusi ini dapat menyebabkan terjadi penurunan kualitas air tanah, korosi konstruksi bangunan pipa logam di bawah tanah serta masuknya air laut pada lahan budidaya
masyarakat. Kejadian intrusi air di beberapa daerah di Indonesia sudah cukup mengkhawatirkan, salah satunya adalah di daerah Bali dimana intrusi air laut telah mencapai 1 km dari garis pantai.
Hilangnya sempadan pantai,
Berbagai aktivitas yang dilakukan di sekitar pantai juga berdampak pada hilangnya sempadan pantai. Kegiatan penambangan pasir (galian C) misalnya, merubah jarak perkampungan warga dengan pinggir pantai dari ± 200 m menjadi ± 25 m (terjadi abrasi).
Menurunnya keanekaragaman hayati serta musnahnya habitat dan satwa-satwa tertentu.
Mekanisme penurunan keanekaragaman hayati dapat terjadi secara langsung dalam bentuk eksploitasi jenis untuk tujuan tertentu dan terjadinya fragmentasi habitat (contoh : hilangnya habitat pemijahan penyu dan biota lain). Secara tidak langsung, pantai yang terbuka merupakan lingkungan yang tidak ramah. Kondisi fisiknya tidak mantap dengan variasi suhu, salinitas dan kelembaban yang besar serta terbuka terhadap angin dan ombak. Kondisi
seperti ini menyebabkan beberapa jenis vegetasi mati akibat tidak mampu beradaptasi dengan intrusi air laut serta mengkatalis banyaknya tingkat kerawanan bencana akibat kerusakan lingkungan.
Dampak sosial dan ekonomi,
Seperti munculnya konflik antar masyarakat akibat perbedaan kepentingan dalam pengelolaan pantai, serta tingginya rasa tidak nyaman dan aman bagi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir karena hembusan angin semakin kencang dan suara ombak yang terdengar sangat kuat serta hilangnya mata pencaharian masyarakat di sekitar kawasan pantai.
Penurunan nilai kepariwisataan.
Seiring dengan aktivitas manusia yang berdampak terhadap terdegradasinya struktur dan komposisi vegetasi penyusun hutan pantai yang merupakan salah satu satu daya tarik pariwisata menjadi hilang sehingga mengurangi keindahan pantai.
Dampak lain yang ditimbulkan
Akibat eksploitasi sumberdaya yang berlebihan menyebabkan ekosistem hutan pantai tidak dapat memainkan fungsi dan perannya dengan baik (menurunkan kapasitas atau kemampuan ekosistem), menurunkan kelimpahan sumber daya (deflesi nilai sumber daya) dan kualitas hidup makhluk hidup yang membutuhkan hutan, mengurangi perlindungan masyarakat dari ombak,toksisitas logam berat terhadap kesehatan vegetasi pantai dan manusia.

6.      Rehabilitasi dan konservasi
-          Rehabilitasi Upaya Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah di lahan berpasir secara umum dilakukan untuk menurunkan kecepatan angin di atas permukaan tanah, menurunkan tingkat erodibilitas tanah, melindungi tanah permukaan dengan tanaman, mulsa dan bahan mudah tererosi lainnya serta meningkatkan kekasaran tanah permukaan. Atau dengan kata lain rehabilitasi dapat diarahkan untuk meningkatkan daya dukung ekologi dan geomorfologi pantai. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam kegiatan rehabilitasi adalah penanaman jenisjenis yang sesuai dengan lahan pantai yang berfungsi sebagai konservasi lingkungan dan genetik, produksi dan perlindungan.

-          Budidaya Jenis Tumbuhan Hutan Pantai Faktor pembatas dalam rehabilitasi lahan pantai adalah berkenaan dengan kondisi ekstrem kawasan pantai yaitu salinitas tinggi, kadar air tanah/pasir rendah, hembusan angin kencang, evaporasi tinggi, kandungan bahan organic rendah serta mobilitas tanah atau pasir yang tinggi. Dalam kondisi seperti itu, pemilihan jenis menjadi sangat penting. Strategi utama yang dilakukan adalah memilih jenis-jenis yang toleran dan sudah beradaptasi pada kondisi yang dijelaskan di atas serta kemampuan menguasai teknik budidayanya.


BAB III
KESIMPULAN
Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat. Karena hempasan gelombang dan hembusan angin maka pasir dari pantai membentuk gundukan ke arah darat. Setelah terbentuknya gundukan pasir itu biasanya terdapat hutan yang dinamakan hutan pantai. Secara umum hutan pantai memiliki keragaman jenis. Biasanya di hutan pantai ditemukan jenis conifer (daun jarum), liana serta tumbuhan (pohon) berbunga yang disertai dengan kelimpahan Pandanus sp. dan Barringtonia sp. Beberapa jenis epifit juga ditemukan dibatang Barringtonia seperti dari jenis Myrmecodia sp Di hutan pantai tidak ditemukan komunitas vertebrata yang spesifik. Meskipun demikian, hutan pantai juga dijadikan sebagai habitat favorit jenis langka seperti Cacatua sp., Tanygnathus sp., atau Megapodius sp. Dll. Habitat di pesisir pantai sangat menentukan aktivitas hidup makluk hidup baik tumbuhan maupun hewan. Kondisi habitat sangat dipengaruhi oleh angina kencang dengan hembusan garam, kadar garam yang tinggi dalam tanah, penggenangan oleh air laut, aerasi tanah dan stabilitas tempat tumbuh. faktor – faktor yang mempengaruhi habitat diantaranya hembusan garam melalui udara, temperature tinggi, kandungan hara rendah dan pergerakan (mobilitas) substrat pasir yang tinggi. Kondisi ekstrim seperti ini dapat membatasi tanaman yang akan ditanami maupun yang sudah tumbuh. Hutan memiliki banyak fungsi yang berpengaruh baik bagi manusia itu sendiri ataupun tanaman, hewan yang hidup di kawasan ekologi tersebut. Kerusakan hutan pantai disebabkan oleh Pencemaran Daerah Pantai, pemanasan Global, perubahan Bentang Alam, erosi pantai/abrasi, terjadinya Erosi Pasir, hingga berdampak pada hilangnya sempadan pantai, menurunnya keanekaragaman hayati serta musnahnya habitat dan satwa-satwa tertentu, dampak sosial dan ekonomi, penurunan nilai kepariwisataan. Rehabilitasi dan Budidaya Jenis Tumbuhan Hutan Pantai merupakan beberapa solusi untuk menghindari dan memperbaiki ekologi hutan pantai tersbeut.




DAFTAR PUSTAKA

Mahfud, T, D, F. 2012. Ekologi, Mamfaat Dan Rehabilitas Hutan Pantai. Balai Penelitian Kehutanan Manado: Manado


Note: apabila ada yang tidak berkenaan dengan postingan ini dapat megirim pesan melalui email. akan saya hapus terimakasih :)

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Makalah Ekologi Tumbuhan EKOLOGI DAN KEADAAN HUTAN PANTAI"