Dasar teori populasi belalang
Dari 7000 spesies belalang milik Acrididae keluarga
dan ketertiban Orthoptera , 137 spesies (7 spesies nimfa) didistribusikan
dengan baik di Mongolia. Oleh karena itu sekitar 30 spesies belalang penyabot
yang mengurangi hasil panen rumput, yang meningkat dari tahun ke tahun dalam
bidang alam tanpa mencemari lingkungan, melindungi padang rumput dan hutan dari
hama serangga dan organisme berbahaya di suatu populasi (Otgonzaya, 2014: 454).
Spesies Orthoptera dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok utama dengan strategi reproduksinya, mikro-habitat dan preferensi
mikro-kelembaban niche dalam jumlah besar. Pengendalian biologis adalah
kombinasi dari pemanfaatan predator, parasitoid, patogen, antagonis atau
pesaing populasi untuk menekan populasi hama, sehingga kurang melimpah dan
kurang merusak (Santosh, 2014: 227).
Curah hujan dapat berpengaruh langsung
maupun tidak langsung terhadap tinggi rendahnya serangan organisme pengganggu
tanaman. Salah satu jenis hama yang peka terhadap perubahan iklim adalah dari
jenis serangga khususnya belalang kembara (Locusta migratoria manilensis
Meyen). Studi di Cina menunjukkan bahwa ledakan belalang kembara
dipengaruhi oleh keadaan iklim, bahkan dalam studi Uichanco disebutkan bahwa
kekeringan adalah ciri umum tahun belalang. Dalam kondisi normal hama belalang
selalu ada dan biasanya dalam jumlah yang tidak mengkhawatirkan. Akan tetapi
dalam kondisi lingkungan ekstrim seperti fenomena El Nino, perubahan distribusi
curah hujan dapat membawa pengaruh yang cukup besar bagi organisme di
sekitarnya termasuk pada hama belalang yang cenderung berubah secara drastic (
Koesmaryono 2005: 14).
Pada dasarnya pertumbuhan dan
perkembangan belalang seperti pertumbuhan perkembangan hewan lain. Belalang
membutuhkan makanan yang mengandung gizi dan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh
belalang tersebut, belalang tidakmemakan seluruh bagian tanaman, hanya makan
bagian tertentu dari tanaman tersebut, seperti bagian daun, batang, dan buah (
novita 2014: 7).
Setiap populasi memiliki karakter
spesifik, karakter statistic diantara nya adalah kerapatan(densitas), angka
kelahiran (natalitas), angka kematian (mortalitas) sebaran atau
tagihan(distribusi) umur, pertumbuhan serta karakter biologi antara lain
potensi biotic, sifat genetic, prilaku dan pencaran (Agus Dharmawan 2005: 95).
Populasi
belalang yang meyerang tanaman kacang panjang belum menunjukkan intensitas
serangan yang tinggi. Eksplosi hama belalang dapat diprediksi apabila proporsi
populasi belalang dari suatu wilayah telah melewati ambang batasnya. Populasi
hama wereng hijau (Empoasca spp.) hanya pada awal pertanaman yaitu 24
hst. Populasi hama
wereng hijau tidak berbeda nyata. Gejala daun yang terserang wereng ini berupa
titik tau garis bekas tusukan stilet yang kemudian mengakibatkan warna daun
agak putih hingga transparan, kemudian bekas hisapan tersebut megering kecoklatan
(Apriliyanto, 2014: 101).
Belalang kayu biasanya memilih
tempat perkembangbiakan
terutama di hutan jati, kemudian
setelah dewasa akan muncul
bersama-sama
sampai ratusan ribu jumlahnya.
Apabila
makanan di sekitar hutan jati telah
habis
maka belalang kayu ini akan berpindah tempat secara bersama-sama untuk mencari sumber makanan.
Belalang muda maupun dewasa
sangat rakus dalam menghabiskan
makanan (Hidayat, 2014: 30).
Jika
populasi belalang di lapangan masih tinggi dan keadaan curah hujan sangat
rendah, hama belalang tetap berpotensi menyerang pertanaman terutama padi dan
jagung yang masih ada disekitar kelompok belalang dan daerah lain yang masih
dalam jangkauan migrasinya. Oleh karena itu, perlu segera melakukan usaha-
usaha pengendalian untuk menurunkan ledakan populasi belalang secara cepat dan
tuntas untuk mengamankan pertanaman yang masih ada di lapangan (Suryanto, 2010: 38).
Belalang kembara yang dipelihara di rumah kaca dalam
kepadatan populasi tinggi secara umum cenderung lebih rakus daripada mereka
yang dipelihara dalam kepadatan populasi rendah. Dalam kepadatan 2-5 pasang per
kurungan, daya makan belalang kembara cenderung tetap (Sudarsono,dkk, 2005:
26).
Hasil plotting antara data curah hujan dan luas serangan
untuk rentang waktu 17 tahun (1990-2007) menunjukkan adanya hubungan yang kuat
antara pola curah hujan dan luas serangan belalang kembara di provinsi lampung
(Sudarsono,dkk, 2011: 97)
Hasil percobaan menunjukkan bahwa simulasi lama periode
kering dan intensitas curah hujan secara terpisah masing-masing berpengaruh
terhadap persentase penetasan telur belalang kembara. Namun demikian, interaksi
antara faktor curah hujan dan lama periode kering tersebut tidak berpengaruh
secara nyata (nilai-F= 0,69 dan nilai-P= 0,7526) terhadap persentase peneluran
belalang kembara. Secara umum, persentase peneluran telur belalang kembara
semakin rendah jika intensitas curah hujan semakin tinggi (Sudarsono, 2008:
119).
Daftar Pustaka
Sudarsono, H.,dkk. 2005. Biologi dan
Transformasi Belalang Kembara (Locustamigratoriamanilensis
Meyen) (Orthoptera: Acrididae) pada Beberapa Tingkat Kepadatan Populasi di
Laboratorium, Jurnal HPT Tropika. Vol.5(1): 24-31.
Sudarsono, H. 2008. Pengaruh Lama Periode
Kering dan Intensitas Curah Hujan Terhadap Penetasan Belalang Kembara (Locustamigratoriamanilensis Meyen. Jurnal HPT Tropika. Vol.8(2):
117-122.
Sudarsono, H.,dkk. 2011. Hubungan Antara
Curah Hujan dan Luas Serangan Belalang Kembara (Locustamigratoriamanilensis Meyen) di Provinsi Lampung. Jurnal HPT Tropika. Vol.11(1):
95-101.
Apriliyanto,
Eko. 2014. Perkembangan Hama Dan Musuh
Alami Pada Tumpangsari Tanaman Kacang Panjang Dan Pakcoy. Jurnal Argitech. Vol. 12 (2): 98-109.
Hidayat, R,
dkk. 2014. Hama Pada Tegakan Jati (Tectona
Grandis L.F ) Di Desa Talaga Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala. Jurnal Warta Rimba, Vol 2 (1): 17-23.
Suryanto, W. 2010. Hama dan Penyakit Tanaman. Yogyakarta:
Kanisius.
Dharmawan, Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Koesmaryono. 2005. Analisis hubungan tingkat serangan
hama belalang kembara (Locusta migratoria manilensis meyen) dengan curah hujan.
Jurnal Agromet. Vol. 19(2): 14.
Novita.
2014. Relung ekologi belalang pada tanaman jagung. Jurnal universitas negri gorontalo. Vol.
2(2): 7.
Otgonzaya, Nasanjargal dkk. 2014. Study on Bio-Product Made of M.anisopliae G09/22 Local Strain Against
Harmful Grasshopper (Eclipophleps
bogdanovi sergtarb) in Pastureland. International
Journal of Agricultural Policy and Research. Vol, 02 (12): 454-459.
Santosh, Kumar dkk. 2014. Entomopathogenic Fungi in Population of Acridid Grasshopper from Sindh,
Pakistan. International Journal of Advanceed Research. Vol, 02 (08): 227-231.
0 Response to "Dasar teori populasi belalang"
Post a Comment