ads

Dasar teori Kontraksi Otot Rangka pada Berbagai Intensitas Rangsang (Rangsang Tunggal, Rangsang berturut-turut)

Dasar teori Kontraksi Otot Rangka pada Berbagai Intensitas Rangsang (Rangsang Tunggal, dan Rangsang berturut-turut)

Otot  merupakan  sebuah  alat  yang  menguasai  gerak  aktif  dan memelihara sikap tubuh. Dalam tubuh terdiri dari bermacam-macam jenis otot serta mempunyai sifat dan cara kerja sendiri-sendiri, untuk saling menujang agar dapat bergerak (Hickman, 2006: 98).

Otot merupakan jaringan umum pada tubuh kebanyakan binatang yang terbuat dari sel panjang atau benang-benang khusus untuk kontraksi. Hal itu menyebabkan adanya pergerakan dari tubuh dan bagian kerja otot adalah voluntari (dibawah kontrol kesadaran) atau involuntari (tidak dibawah kontrol atau keinginan) (Ville, 2008: 89).
Sebuah otot akan berkontraksi sangat cepat bila kontraksi  penuh  kira-kira  0,1  detik  untuk  rata-rata  bobot.  Keadaan  ini menyebabkan  amplitudo  menjadi  maksimal,  dimana  dipengaruhi  juga  oleh voltase yang digunakan, tetapi bila diberi beban kecepatan kontraksi menurunsecara progesif dan amplitudo juga menurun. Apabila beban meningkat sampai dengan kekuatan  maksimum yang digunakan otot tersebut, maka kecepatan kotraksinya menjadi nol dan tidak terjadi kontraksi sama sekali, walaupun dilakukan pengaktifan pada serabut otot (Guyton, 2005: 65).
Kimograf adalah alat untuk pembelajaran dan penelitian kontraksi otot dan biasanya menggunakan otot gastroknemus katak. Otot yang mengalami pemendekan pada pembarian beban yang konstan (tidak ada perubahan pada tekanan) dinamakan kontraksi isotonik. Sedangkan bila otot menghasilkan tekanan tetapi tidak mengubah panjang otot dinamakan kontraksi isometrik (Syarif, 2006: 89).
Kontraksi otot melibatkankomponen zat kimia dalam otot tersebut. Zat kimia terpenting yang terdapat didalam otot rangka yang berperan dalam distribusi dan dan pergerakan adalah ionkalsium, sekurang-kurangnya ada empat protein yaitu aktin, M-protein, troponin,dan tropomiosin. Urutan kejadian dalam stimulus dan kontraksi pada otot meliputistimulus, kontraksi dan relaksasi (Ganong, 2007: 98).
Mekanisme kontraksi otot menurun yaitu ketikaotot berkontraksi menggunakan O2 dan melepaskan CO2 sedangkan glikogen dikurangi, asam laktat berkumpul dan panas diproduksi. Aktin dan miosin bergabung dalam bentuk globular yang merupakan kopula dari molekul miosin (Prosser, 2004: 78).
            Penegangan otot atau kontraksi terjadi apabila otot menerima ransagan ada dua macam peneganagan, isotonik dan isometrik. Kontraksi isotonic mengakibatkan otot mengalami pemendekan, sedangkan isometric tanpa mengalami pemendekan (Indrayana, 2012: 7).
Sel otot skeletal ada 2 tipe yaitu otot merah dan otot putih. Kontraksi otot merah berlangsung lambat dan dalam waktu lama, karena memiliki pembuluh intramuskular lebih banyak dibandingkan dengan otot putih yang mampu berkontraksi cepat dalam waktu. Kontraksi otot memerlukan energi dan menghasilkan zat sisa metabolisme (Susetyo, 2008:145)
Kelelahan (fatigue) adalah suatu fenomena fisiologis, suatu proses terjadinya keadaan penurunan toleransi terhadap kerja fisik. Penyebabnya sangat spesifik bergantung pada karakteristik kerja tersebut. Penyebab kelelahan dapat ditinjau dari aspek anatomi berupa kelelahan sistem saraf pusat, neuromuskular dan otot rangka, dan dari aspek fungsi berupa kelelahan elektrokimia, metabolik, berkurangnya substrat energi, hiper/hipotermia dan dehidrasi (Septiani, 2010:179)
Seowolo (2005: 36) menyatakan bahwa “Dalam garis besarnya sel otot dapat berbagi dalam 3 golongan, yaitu otot molaritas yang disebut juga otot lintang, otot otonom yang disebut juga otot polos dan otot jantung”.
Lebih lanjut Sudarsono (2011: 2) menyatakan bahwa “Otot kerangka merupakan tempat sebagian tubuh melekat pada kerangka dan dapat membuat tubuh bergerak secara aktif sehingga dapat menggerakkan bagian-bagian kerangka dalam suatu tertentu”.
Selanjutnya Widiastuti (2005: 6) menjelaskan “Kontraksi otot rangka dikendalikan oleh sistem saraf. Jika ada yang menghadang implus saraf melalui neuron ke suatu otot, maka otot menjadi lumpuh. Otot rangka agak berbeda dengan otot jantung. Rangsangan dibedakan dalam beberapa bentuk yaitu rangsang mekanik, rangsang kimia dan rangsang yang bersifat panas”.
Otot rangka merupakan massa yang besar yang menyusun jaringan otot somatik. Gambaran garis lintang sangat jelas tidak berkontraksi tanpa adanya rangsang dari saraf, tidak ada hubungan anatomik dan fungsional antara sel-selnya, dan secara umum dikendalikan oleh kehendak(volunter). Jaringan otot mempunyai kemampuan untuk ekstensibilitas yaitu kemampuan otot untuk mengulur atau memanjang (Rahmatullah, 2005:20).
Otot dirangsang dengan rangsangan maksimal secara beruntun (multiple) dan frekuensi ditinggikan berpotensi menimbulkan beberapa gambaran kontraksi otot yang  berbeda-beda. Kekuatan kontraksi otot dipengaruhi oleh tingkat kepekaan saraf yang melayaninya, cara perangsangnya, dan faktor pembebanan yang diberikan kepada otot tersebut (Keeton, 2012: 467).
Otot adalah sistem biokontraktil dimana sel-sel atau bagian dari sel memanjang dan dikhususkan untuk menimbulkan tegangan pada sumbu yang memanjang. Otot merupakan jaringan umum pada tubuh kebanyakan binatang yang terbuat dari sel panjang/ benang-benang khusus untuk kontraksi. Hal ini menyebabkan adanya pergerakan tubuh dan bagian kerja oto adalah voluntari (dibawah kontrol kesadaran) atau involuntari (tidak dibawah kontrol keinginan) (Frandson, 2010: 112).
Otot rangka disebut juga otot seran lintang atau lurik. Otot ini bekerjanya dipengaruhi oleh kehendak. Jaringan otot rangka tardier dari serabut-serabut (fibrae), satu serabut merupakan satu sel yang memanjang dan di dalamnya terdapat banyak inti. Otot rangka dapat berkontraksi bila ada rangsangan yang berangkai. Bila rangsangan diberikan pada otot sewaktu berkontraksi, maka kontraksi otot akan bertambah besar ((Bavelender, 2006).

daftar pustaka

Bavelender, G. Dan J. A. Ramalay. 2006. Dasar-dasar Histologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Frandson. 2010. Muscle is biokontraktil system in which cells or parts of cells elongated and devoted 
to the cause tension. USA. Journal  Mechanics of Muscle Movement, 6(2): 112-119. 
 
Keeton, T., W. 2012. Force of Muscle Contraction Is Influenced By The Level of Sensitivity of Nerve. New York. Journal of  Biological Investigations, 7(3): 467-477.

Rahmatullah, S. Indra Lesmana. 2005. Perbedaan Pengaruh Pemberian Strenghthening Exercise Jenis Kontraksi Concentric Dengan Eccentric Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Biceps Brachii. Jurnal Fisioterapi Indonesia, Vol.5 (2): 18-28.Soewolo. 2005. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta : Erlangga.
Sudarsono, S. 2011. Penyusun Program Pelatihan Berbeban Untuk Meningkatkan Kekuatan. Jurnal Ilmiah Spirit, Vol 11 (3): 1-8.

Widiastuti, N. I. 2005. Aspek Anatomi Terapan Pada Pemahaman Neuromuskuloskeletal Kepala Dan Leher Sebagai Landasan Penanganan Nyeri Kepala Regang Primer. Jurnal Anatomi Kedokteran, Vol 1 (1): 8-15.
Indrayana, B. 2012. Perbedaan Pengaruh Latihan Interval Training dan Fartlet
Terhadap Daya Tahan Kardiovaskuler Pada Atlet Junior Putra Taekondo Wild Club Medan 2006/2007. Jurnal Cerdas Sifa, 2(1): 1:-10

Septiani, Fanny., Illyas, Ermita., & Sakidin, Mohammad. 2010. Peran H+ dalam    Menimbulkan Kekelahan Otot: Pengaruhnya pada Sediaan Otot Rangka Rana          Sp. Maj Kedokteran Indonesia. 60(4): 178-182.

Susetyo, dkk. 2008. Prevalensi Keluhan Subyektif atau Kelelahan Karena SikapKerja        yang Tidak Ergonomis Pada Pengrajin Perak. Jurnal Teknologi. 1(2): 141-   149.

Ganong, W. F. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Prosser, C. T. 2004. Comparative Animal Physiology. London: W.B Saunders Company.
Syafif, I. 2006. Kimoinstrumentation : Alat Pengukuran Karakteristik Otot Gastroknemus Katak Berbasis Komputer. Departemen Fisiska ITB,Bandung
Guyton. 2005. Kontraksi Otot Rangka. Jakarta: PT Gramedia.

Hickman. 2006. Fisiologi Hewan. Jakarta: Rineka Cipta

Ville, E. 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.



Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Dasar teori Kontraksi Otot Rangka pada Berbagai Intensitas Rangsang (Rangsang Tunggal, Rangsang berturut-turut)"