ads

siklus hidup, reproduksi, patogenesisi, pencegahan dan pengobatan ascaris lumbricoides

Siklus Hidup dan Reproduksi
Ascaris lumbricoides seringkali disebut dengan cacing perut dan cacing gelang. Daur hidup cacing dari ascaris lumbricoides / daur hidup cacing gelang (ascaris lumbricoides) / siklus hidup ascaris lumbricoides adalah sebagai berikut :
daur hidup ascaris lumbricoides cacing perut

  • Telur. Pada bentuk telur, telur cacing perut keluar bersama feses dan telur cacing perut ini bisa bertahan hidup sangat lama sekali.
  • Telur akan membentuk embrio dan akan bisa menginfeksi tubuh lewat pori-pori / tidak sengaja termakan.
  • Telur tersebut lama kelamaan akan berubah bentuk menjadi larva.
  • Larva akan memasuki bagian-bagian tubuh manusia seperti alveoli, tenggorokan dsb dan akan mengikuti aliran darah.
  • Larva akan semakin berkembang di usus halus manusia dan menjadi cacing perut dewasa.
  • Cacing dewasa ini akan bertelur dan keluar bersama feses.
Cacing betina menghasilkan 200 ribu butir per hari. Telur Ascaris lumbricoides berkembang dengan baik pada tanah liat dengan kelembaban tinggi pada suhu 25°-30° C. Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu. Telur yang infektif bila tertelan manusia akan menetas menjadi larva di usus halus. Larva menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa, kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung dan menuju paru-paru. Larva di paru-paru menembus dinding alveolus dan masuk ke rongga alveolus dan naik ke trakea. Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan iritasi. Penderita akan batuk karena rangsangan larva ini. Larva di faring tertelan dan terbawa ke esofagus, sampai di usus halus, dan menjadi dewasa. Dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.


Pada  waktu  telur  yang  telah  di  buahi  keluar  bersama  tinja penderita,  telur  belum  infektif.  Jika  telur  jatuh  di  tanah,  maka  di  dalam tanah  telur  akan  tumbuh dan  berkembang.  Ovum  yang  berada  di  dalam telur  akan  berkembang  menjadi  larva  rabditiform,  sehingga  telur  kini menjadi infektif. Bila telur yang infektif tertelan oleh manusia, di bagian atas usus halus  dinding  telur  pecah  dan  larva  akan  lepas  dari  telur. Larva  akan menembus  dinding  usus  halus,  memasuki  vena  porta  hati,  kemudian bersama aliran darah menuju jantung kanan untuk selanjutnya menuju ke sirkulasi  paru.  Di  dalam  paru  larva  tumbuh  dan  berganti  kulit  sebanyak sebanyak  2x.  Kemudian  menembus  dinding kapiler  menuju  ke  alveoli. Masa migrasi ini berlangsung selama sekitar 15 hari. Dari  alveoli,  larva  merangkak  ke  bronki,  trakea,  kemudian  ke laring untuk selanjutnya ke faring, pindah ke esofagus, turun ke lambung dan  akhirnya  sampai  ke  usus  halus.  Di  sini terjadi  pergantian  kulit  lagi, dan  cacing  tumbuh  menjadi  dewasa.  Dua  bulan  sejak  infeksi  pertama terjadi,  seekor  cacing  betina  mulai  mampu  memproduksi  telur  sebanyak 200.000 telur setiap harinya.(Soedarto, 1995).
Telur yang dibuahi, besarnya kurang lebih 60X45 µ dan yang tidak di  buahi  90X40  µ.  Dalam  lingkungan  yang  sesuai  telur  yang  dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu  di  alirkan  ke jantung  kemudian  mengikuti  aliran  darah,  lalu  dinding alveolus,  masuk  rongga  alveolus  kemudian  naik  ke  trakea  melalui bronkioulus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan  rangsangan  faring.  Penderita  batuk  karena  rangsangan  ini dan  larva  akan  tertelan  ke  esofagus,  lalu  menuju  ke  usus  halus.  Di  usus halus  larva  berubah  menjadi  cacing  dewasa.  Sejak  telur  matang  tertelan sampai  cacing  dewasa  bertelur  di  perlukan waktu  kurang  lebih  2  bulan.

B.     Patogenesis 
Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa. Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demamsesak napaseosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.
Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diarekonstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.


C.    Pencegahan dan Pengobatan
Pengobatan askariasis
Bentuk pengobatan untuk askariasis adalah sebagai berikut:
-          Obat: Mebendazol, albendazole, dan pirantel pamoat.Obat-obat ini bekerja dengan membunuh cacing dewasa. Cukup efektif untuk mengobati askariasis.
-          Endoskopi atau pembedahan: Dalam kasus askariasis berat, dapat terjadi obstruksi atau perforasi usus, obstruksi saluran empedu, dan usus buntu yang mungkin memerlukan pembedahan.

Pencegahan askariasis
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah askariasis, antara lain:
Menghindari mengonsumsi makanan yang disiapkan tanpa sanitasi atau kebersihan yang memadai.
-          Menghindari air dan minuman lain yang diperoleh dari sumber-sumber yang terkontaminasi.
-          Menghindari kontak dengan tanah yang mungkin terkontaminasi dengan kotoran manusia.
-          Mencuci dengan bersih sayuran.
-          Mencuci tangan ketika selesai dari kamar mandi.



DAFTAR PUSTAKA


Brown HW, 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia. Jakarta.

Deviana, R. (2012). Pengaruh Ekstrak Buah Mengkudu Terhadap Waktu Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze In Vitro. Skripsi Mahasiswa Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Gandahusada, Srisasi, Prof. dr. 2006. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-marlinagoc- 5284-2-bab2.pdf

http://eprints.undip.ac. id/43921/3/IndraKusumaAdi_G2A009052_BAB2KTI.pdf

http://www.medkes .com/2015/02/penyebab-gejala-pengobatan-askariasis.html

Puspita, A. 2009. Prevelensi Cacing Ascaris lumbricoides. Fakultas Kedokteran UI.

Soedarto, 1995. Helmintologi Kedokteran. Edisi ke 2. EGC. Jakarta.
 

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "siklus hidup, reproduksi, patogenesisi, pencegahan dan pengobatan ascaris lumbricoides"