psikologi pendidikan |
Psikologi
berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu
pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari
tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”.
Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak
sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006). Ilmu jiwa adalah ilmu jiwa
secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu. Ilmu psikologi
adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis
dengan metode-metode ilmiah.
Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa adalah
ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan
mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Jiwa manusia
berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan
aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis pendidikan merupakan suatu
landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang
kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek
pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali
dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan
untuk memudahkan proses pendidikan.
2. 1 Psikologis Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan.
Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989).
1. Pendekatan pentahapan. Perkembangan
individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki
ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
2. Pendekatan diferensial. Pendekatan
ini dipandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok–kelompok.
Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah
kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status
sosial ekonomi, dan sebagainya.
3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini
berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai
pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah
pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat
menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek
perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap
perkembangan, sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor
tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya
pentahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson.
Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa
perkembangan anak atas empat tahap yaitu :
1. Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian
besar merupakan perkembangan fisik.
2. Masa anak dari 2 – 12 tahun yang
dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup manusia primitif.
3. Masa pubertas dari 12 – 15 tahun,
ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
4. Masa adolesen dari 15 – 25 tahun,
pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah
mulai belajar berbudaya.
2. 2 Psikologi Belajar
Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku
yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan,
pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain
serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan
sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan”
(Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar
merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan
perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus
secara sadar.
Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan
usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai Proses
belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri
dipandang sebagai Hasil belajar. Hal ini berarti, belajar pada
hakikatnya menyangkut dua hal yaitu proses belajar dan hasil
belajar.
Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan
pola-pola tingkah laku manusia sebagai suatu model yang menjadi
prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut
dengan Teori Belajar.
1. Teori belajar klasik masih tetap
dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal
(Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah
terutama pendidikan seumur hidup.
2. Teori belajar behaviorisme
bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat
skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
3. Teori-teori belajar kognisi berguna
dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk
memecahkan masalah dan untuk mengembangkan ide (Pidarta, 2007:218).
2. 3 Psikologi Sosial
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi
yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan
ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat
terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).
Pembentukan
kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu.
1. Kepribadian orang itu. Mungkin kita
pernah mendengar tentang orang itu sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip
dengan orang itu, terutama tentang kepribadiannya.
2. Perilaku orang itu. Ketika melihat
perilaku orang itu setelah berhadapan, maka hubungkan dengan cerita-cerita yang
pernah didengar.
3. Latar belakang situasi. Kedua data
di atas kemudian dikaitkan dengan situasi pada waktu itu, maka dari
kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu.
Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang
dibangkitkan pendidik akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak.
Motivasi juga merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu
seseorang sulit untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu,
pendidik punya kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul,
sehingga mereka dengan senang hati belajar di sekolah. Menurut Klinger (dikutip
Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi belajar adalah :
1. Minat dan kebutuhan individu.
2. Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
3. Harapan sukses.
2. 4 Kesiapan Belajar dan Aspek-aspek Individu
Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan
seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan.
Pelengkap peserta didik atau warga belajar sebagai subjek garis
besarnya dapat dibagi menjadi lima kelompok yaitu:
1. Watak, ialah sifat yang dibawa sejak
lahir yang hampir tidak dapat diubah. Misalnya watak pemarah, pendiam,
menyendiri, suka berbicara, dan sebagainya.
2. Kemampuan umum (IQ), ialah
kecerdasan yang bersifat umum. Kemampuan ini dapat dijadikan ramalan tentang
keberhasilan seseorang menyelesaikan suatu pekerjaan atau tingkat pendidikan
yang dijalani.
3. Kemampuan khusus atau bakat, ialah
kemampuan tertentu yang dibawa sejak lahir. Kemampuan ini pada umumnya memberi
arah kepada cita-cita seseorang terutama bila bakatnya terlayani dalam
pendidikan.
4. Kepribadian, ialah penampilan
seseorang secara umum, seperti sikap, besarnya motivasi, kuatnya kemauan,
tabahnya menghadapi rintangan, penghargaannya terhadap orang lain,
kesopanannya, toleransinya dan sebagainya.
5. Latar belakang, ialah lingkungan
tempat dibesarkan terutamam lingkungan keluarga. Lingkungan ini sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa bayi dan kanak-kanak.
Aspek-aspek
individu yang akan dikembangkan adalah
1. Rohani
a. Umum: Agama, perasaan, kemauan, pikiran
b. Sosial : Kemasyarakatan, cinta tanah
air
2. Jasmani
a. Keterampilan
b. Kesehatan
c. Keindahan tubuh
2. 5 Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis
Perkembangan adalah proses terjadinya perubahan pada manusia
baik secara fisik maupun secara mental sejak berada di dalam kandungan sampai
manusia tersebut meninggal. Proses perkembangan pada manusia terjadi
dikarenakan manusia mengalami kematangan dan proses belajar dari waktu ke
waktu.
Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu
dikarenakan adanya pertumbuhan fisik dan biologis, misalnya seorang anak yang
beranjak menjadi dewasa akan mengalami perubahan pada fisik dan mentalnya.
Peserta didik selalu berada dalam proses perubahan, baik
karena pertumbuhan maupun karena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena
pengaruh faktor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan,
sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan. Sebagai contoh
pertumbuhan adalah dorongan untuk berbicara karena kematangan organ bicara pada
usia 1—2 tahun, sedangkan penggunaan bahasa tertentu dalam berbicara tergantung
pada lingkungannya sebagai akibat perkembangan.
Selain itu, belajar adalah sebuah proses yang
berkesinambungan dari sebuah pengalaman yang akan membuat suatu individu
berubah dari tidak tahu menjadi tahu (kognitif), dari tidak mau menjadi mau
(afektif) dan dari tidak bisa menjadi bisa (psikomotorik), misalnya seseorang
anak yang belajar mengendarai sepeda akan terlebih dahulu diberi pengarahan
oleh orang tuanya lalu anak tersebut mencoba untuk mengendarai sepeda hingga
menjadi bisa.
Proses kematangan dan belajar akan sangat menentukan
kesiapan belajar pada seseorang, misalnya seseorang yang proses kematangan dan
belajarnya baik akan memiliki kesiapan belajar yang jauh lebih baik dengan
seseorang yang proses kematangan dan belajarnya buruk (Tirtarahardja dan S. L.
La Sulo, 2005:108—109).
Bahan bacaan
Nuzulia,
Dian. 2015. http://www.slideshare.net/RahmatSaputra7/landasan-psikologi-pendidikan-2.
18 Desember 2015.
Anonim.
http://mahmudakkgaipanji.blogspot.co.id/2014/05/landasan-psikologis-pendidikan.html.
18 Desember 2015.
Spesial terimkasih
kepada:
Zuhra sri mulyani
Nonong noviansyah
Cut dyah EF
0 Response to "landasan pesikologi pendidikan, psikologi perkembangan, psikologi belajar, perkembangan peserta didik,"
Post a Comment