Dasar teori pengamatan burung
laporan ekologi hewan
Seorang
melakukan pengamatan burung dan memiliki kesempatan untuk mengamati
psangan-pasangan kawin dari berbagai jenis burung. Orang itu berulang kali
melihat bahwa hanya burung-burung berwarna tidak cerah dari pasangan yang
manapun yang bertelur. (George, 2006: 2).
Passer
montanus (Gereja Erasia) bukan merupakan jenis burung air, dan bersifat kosmopolit
yang memiliki persebaran sangat luas serta memiliki daya adaptasi tinggi terhadap berbagai tipe
habitat. Mengatakan ketiga jenis tersebut dapat berasosiasi dekat dengan manusia (Swastikaningrum,
2012: 136).
Suatu jenis burung biasanya memerlukan kondisi lingkungan dan jenis makanan
yang spesifik. Di sisi lain,
setiap jenis pohon dan komposisi jenis pohon suatu komunitas
(hutankota) dapat menciptakan berbagai kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan
yang spesifik bagi jenis-jenis burung tertentu
(niche atau relung ekologi).
(Hadiotono, 2012:39)
Burung yang
memanfaatkan Eurya acuminata berjumlah sebanyak 12 jenis yang tergolong
ke dalam 2 ordo, 7 famili dan 8 genera (Tabel 1). Dari 12 jenis burung yang
ditemukan terdapat empat jenis burung yang merupakan pemakan serangga
(Insektivora) yaitu Rhopodytes diardii, Rhamphococcyx curvirostris,
Aplonis panayensis dan Eurylaimus ochromalus. Menurut Novarino et
al., (2002) pemakan buah-buahan dan serangga merupakan kelompok yang umum
dijumpai di daerah hutan sekunder. Selain itu juga ditemukan jenis burung yang
merupakan pemakan serangga yaitu Lanius tigrinus. Hal ini
mengindikasikan bahwa tumbuhan berbuah tidak hanya dimanfaatkan oleh burung
pemakan buah saja, namun juga jenis burung lainnya seperti pemakan serangga (dewi
2013: 91).
Burung air dan terestrial di daerah
kepulauan berperan sebagai indikator kesehatan lahan basah dan
lingkungannya. Keberadaan burung air
dalam daftar Konvensi dimasukkan sebagai
salah satu kriteria penentuan lahan basah dan disebut sebagai jenis (Reny 2012:
176).
Ditemukan
tiga jenis burung yang memanfaatkan taman kota dan jalur hijau untuk tempat
bersarang yaitu Lonchura punctulata bersarang pada pohon mahoni Swietenia
macrophylla dan palem raja Oreodoxa regia dengan bentuk sarang ellips yang
terbuat dari rumput-rumputan yang telah kering dan terletak pada ketinggian
5-8 m dari permukaan tanah. Lonchura
striata bersarang pada pohon kiara payung Filicium decipiens dengan bentuk
sarang bulat lonjong dengan bahan rumput-rumputan yang sudah mongering serta
terdapat pada ketinggian antara 3-6 m dari tanah (Anas Salsabila: 2005).
Kehadiran burung
air dapat dijadikan sebagai indikator keaneka- ragaman hayati pada kawasan
hutan mangrove. Hal ini berkaitan dengan fungsi daerah tersebut sebagai
penunjang aktivitas hidup burung air, yaitu menyediakan tempat berlindung,
mencari makan, dan tempat berkembang biak (bersarang) (Elfidasari, 2006: 63).
Burung
merupakan salah satu satwa yang dijumpai hampir di setiap tempat dan mempunyai
posisi penting sebagai salah satu kekayaan satwa Indonesia. Jenisnya sangat
beranekaragam dan masing-masing jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Hidupnya
memerlukan syarat-syarat tertentu yaitu adanya kondisi habitat yang cocok dan
aman dari segala macam gangguan (Rusmendro, dkk, 2009: 50).
Merpati
kerajaan dan buah merupakan burung yang relative besar dan janggal yang makan
secara diam-diam di kanopi atas. Warnanya sebagian bsar adalah hijau dengan
beberapa tanda yang berwarna. Mereka dapat makan buah yang cukup besar karena
mereka memiliki mulut yang ternganga sangat lebar. Setelah mereka melahap
daging buah segar, biji dimuntahkan lagi (Timotius, 2012: 346).
Burung tergolong tergolong kariata memiliki taju
dada (carina). Taju dada berfungsi
untuk menyokong otot dada nya yang besar. Otot dada memberikan kekuatan
terbang. Pada pingguin contoh nya ialah pingguin gento ( Diah Aryulina 2006:
251).
Habitat
lain bagi burung adalah tempat terbuka seperti perkarangan/lahan terlantar yang
masih di tumbuhi berbagai macam pohon, buah-buahan seperti beringin (Ficus sp.), Salam (Syzygium polyanthum) dan jenis pohon lainnya. Meskipun kanopinya
lebih terbuka dibandingkan dengan hutan, perkebunan monokultur dan agroforest
dapat menjadi habitat berbagai jenis burung (Ayat A, 2011: 3).
Burung merupakan salah satu sumber
daya alam indonesia. Saat ini terdapat 1.539 spesies burung yang tercatat di
Indonesia baik sebagai burung penetap maupun pendatang yang hanya singgah
sementara. Salah satu dari sejumlah spesies tersebut adalah burung air. Burung
air merupakan sekelompok satwa yang ditemukan hidup dan tinggal di daerah
perairan seperti rawa, paya, hutan bakau, muara sungai dan pantai (Ruskhanidar,
2007: 77).
Kegiatan konservasi burung selama ini
masih cenderung dilakukan di daerah yang dilindungi, hutan primer, hutan yang
belum terganggu, atau ditekankan pada jenis yang terancam punah. Sejauh ini
sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada jenis-jenis yang umum dijumpai
ataupun jenis yang mendiami daerah hutan sekunder (Gita, 2012: 116).
Di hadapan respon
fungsional yang kuat, ketika tikus kecil yang melimpah tekanan predasi pada
mangsa alternatif harus rendah. Sedangkan ketika tikus kecil menjadi mangsa
populasi menurun, tekanan predasi pada mangsa alternatif
meningkat. Akibatnya, tekanan predasi pada alternatif mangsa harus
berbanding terbalik dengan hewan pengerat yang kelimpahannya
kecil. Hubungan ini dapat ditekankan dengan kehadiran respon numerik yang
kuat dari predator untuk memangsa hewan yang disukai (Laura, 2014: 620).
Berbagai
jenis burung, terutama burung air banyak ditemukan di daerah mangrove. Burung
air yaitu jenis burung yang hidupnya sangat tergantung pada air, baik untuk
mencari makan, berlindung, istirahat, berbiak dan untuk melakukan aktivitas
social lainnya. Berbagai jenis burung air berkaki dan berjari panjang, sehingga
mudah berjalan di rawa dan di daerah berair lainnya, misalnya jenis burung suku
Rallidae, Ardeidae, dan Ciconiidae. Selain itu ada juga burung darat
(Terestrial bird) yang memanfaatkan hutan mangrove sebagai tempat mencari makan
dan bermain (Jamili, 2014: 72).
Salah
satu keanekaragaman hayati udara (burung) yang terkenal di Indonesia telah
menggiring masuk ke gerbang peringkat ke empat dunia karena kaya akan spesies
burung, sedangkan berdasarkan atas jumlah burung, Negara Indonesia berada pada
urutan pertama. Terhitung 17 % dari jumlah spesies di dunia ada di Indonesia,
dan dari prosentase tersebut terdapat 382 spesies burung endemik (hanya
ditemukan di Indonesia). Sehingga dikatakan bahwa Indonesia memiliki tingkat
keanakaragaman hayati udara (burung) yang lebih tinggi dibanding negara lain
(Soleman, 2012: 39).
Daftar Putaka
Jamili, dkk. 2014. Keanekaragaman Jenis Burung Pada
Hutan Mangrove Di Kawasan Sungai Lanowulu Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
(Tnraw) Sulawesi Tenggara. Jurnal
Penelitian Biologi. Vol, 01 (02): 71-81.
Soleman,
Rachmawaty. 2012. Inventarisasi Jenis Burung Yang Dipelihara Masyarakat Kota
Ternate, Maluku Utara. Journal BioEdukasi. Vol, 01 (01): 39-50.
Laura, McKinnon dkk. 2014. Predator-mediated interactions between
lemmings and shorebirds: A test of the alternative prey hypothesis. Journal of BioOne Evolved Research. Vol,
131 (04): 619-628.
Ayat A. 2011. Burung-Burung Agroforest di Sumatera.
Bogor: ICRAF.
Aryulina,
Diah. 2006. Vertebrata. Jakarta:
Esis.
Dewi. 2013. Jenis-Jenis Burung yang Memanfaatkan Eurya acuminata DC Di Kampus Universitas
Andalas Limau Manis, Padang. jurnal Biologi Universitas Andalas. Vol
2(2): 91.
Reny. 2012. Keanekaragaman jenis burung ditaman Nasional
kepulauan Wakatobi dan taman nasional Kepulauan Seribu. Jurnal penelitian hutan dan
konservasi alam. vol 9(2): 176.
Elfidasari,
D, Junardi. 2006. Keragaman Burung Air di Kawasan Hutan Mangrove Peniti,
Kabupaten Pontianak. Jurnal Biodiversitas,
Vol 7 (1): 63-66.
Rusmendro,
H, Ruskomalasari, dkk. 2009. Keberadaan Jenis Burung Pada Lima Stasiun
Pengamatan Di Sepanjang Daerah Aliran Sungai (Das) Ciliwung, Depok-Jakarta. Jurnal Vis Vitalis, Vol 2
(2): 50-64.
Timotius,
K., H, dkk. 2012. Ekologi Asia Tenggara.
Jakarta: Salemba Teknika.
Salsabila, Anas.
2005. Fauna Burung Di Taman Kota Jalur Hijau Kota Padang. Jurnal Gradien. Vol. 1(2): 100.
George, H, Fried, Ph.D. 2006. Biologi Edisi II. Jakarta:
Erlangga.
Hadiotono, M. dkk. 2012. Keanekaragaman Jenis Burung
Di Hutan Kota Pekan baru,
Jurnal Ilmu Lingkungan,
Vol 6(1): 25-42.
Swastikaningrum,
Hening. dkk. 2012. Keanekaragaman Jenis Burung Pada Berbagai
Tipe Pemanfaatan Lahan
Di Kawasan Muara
Kali Lamong, Perbatasan Surabaya – Gresik. Berk.Penel.Hayati:
17. 131–138.
0 Response to "Dasar teori pengamatan burung "
Post a Comment